Kisah Sang Mantan Arina
? NOVELBASAH ? “Kamu mau aku maafin?”
“Iya lah.”
“Kalo gitu lakuin apa yang aku katakan.”
“E, eh?! O, oke deh.”
“Kalo gitu pertama-tama kamu duduk ngadep aku.”
“Um oke.”
Arina pun menghadap kearahku.
“Nah udah gitu, kamu ngangkang.”
“Eehhh?!”
“Kenapa? Gak mau?”
“Bukan gitu… Tapi bener kan kamu maafin aku kalo udah lakuin yang kamu katain?”
“Iya, masa kamu gak percaya sama pacar kamu sendiri sih?”
“Oke.”
Arina pun mengangkang dihadapanku dengan rok panjang yang dilebarkannya, jantungku berhenti sejenak melihat Arina melakukan hal itu.
“Ehem… Nah gitu dong. Abis tuh, kamu angkat rok kamu.”
“Hah?! Nanti keliatan dong cd aku?”
“Ya emang itu tujuannya. Kamu mau gak aku maafin?”
“Ya mau lah.”
“Ya udah lakuin.”
“I, iya deh.”
Dan aku melihat pacarku Arina duduk sambil mengangkang dan mengangkat rok nya, membuat kancut ungunya terlihat dengan jelas. Terlihat betis dan pahanya sedikit mengkilap oleh basahnya keringat karena mungkin Arina gugup dengan apa yang dilakukannya. Semua itu membuatku sangat napsu melihat pacar imut ku yang berjilbab ini. Sambil wajahnya terlihat malu-malu Arina berusaha untuk tetap menahan posenya yang sangat erotis itu dengan tangan yang terlihat gemetar. Lalu kuraba paha Arina yang basah oleh keringat itu.
“Ahh…” Arina mendesah.
“Kenapa? Enak?”
“E, enak dari mananya? Geli tau.”
“Hihi, nanti enak kok, aku bakal buat kamu merasakan kenikmatan tiada tara hari ini.”
“Jangan-jangan kamu bakal….”
“Sssttt…. Jangan diucapin. Kamu mau aku maafin kan?”
“Ta, tapi kalo gini caranya!”
“Hhmmm…. Ya udah, gak jadi deh…. Udah gak mood.”
“E, eh?!”
Saat aku hendak pergi, Arina menahan ku dengan menggapai tanganku.
“Ja, jangan pergi, jangan ngambek lagi.”
“Habis kamu. Udah males aku.”
“Mmmhhh… Jangan pergi. Nih, ini kan? Kamu mau liat ini.”
Setelah menahanku, Arina kembali duduk dan mengangkat lagi roknya sambil mengangkang memperlihatkan kancut ungunya, tapi sekarang Arina berinisiatif melakukan hal erotis, Arina menyingkapkan sedikit kancutnya sehingga terlihatlah belahan surgawi Arina, alias memek Arina yang berbentuk sedikit tembem dan ditumbuhi beberapa rambut halus di atasnya. Hal itu membuatku napsu kembali.
“Glek…. A, Arina….”
“….”
Terlihat olehku dengan menahan pose yang sangat erotis itu wajah Arina memerah sambil memalingkan pandangannya dari ku. Lalu kupandang lagi memek Arina dengan waktu yang lumayan lama, membuat burungku berontak ingin terbang bebas. Tapi aku harus menahannya, karena aku ingin mempermainkan dan melihat Arina melakukan hal-hal erotis lain dulu sebelum ku lampiaskan napsu ku.
“I, iya bener gitu, terus tahan lalu pake tangan kamu yang satu lagi buat bukain itu kamu.”
“Eehhh…. Kamu ada-ada aja ya… Ya udah…. Ka, kayak gini?”
Arina pun lalu melakukan apa yang aku pinta dan melakukannya dengan sempurna, dan terlihat sangat jelas memek Arina yang warnanya merah merekah dengan daging luarnya yang tembem itu Arina awaskan. Saat ku perhatikan lebih jelas lagi, terlihat lubang surgawinya Arina yang kembang kempis. Itu semua membuatku hampir gila.
“Glek, hahh…. I, iya gitu Rin.”
“U, udah belum? Malu tau.”
“Tapi kan nanti kita malah bakal melakukan hal yang lebih memalukan lagi kan? Kenapa harus malu?”
“…”
Sepertinya Arina masih ragu untuk melakukannya.
“Sekarang kamu berdiri.”
Arina pun berdiri.
“Nah lalu pelorotin rok kamu.”
Sekarang tanpa basa-basi lagi, Arina melorotkan rok seragamnya yang panjang itu. Terlihat Wujud Arina yang tanpa bawahan bersisa kancut ungunya dan paha serta betis yang masih mengkilap oleh keringatnya. Aku pun dibuat terbelalak oleh kemolekan Arina, walau hanya melihat bagian kaki Arina aku bisa membayang kan seluruh tubuh Arina yang lumayan berisi itu dapat membuatku napsu senapsu napsunya. Aku pun mendekati Arina dan mengelus-elus paha Arina yang sedikit licin oleh keringatnya itu.
“Uuhhhh….”
Arina pun mendesah karena perlakuanku, mungkin Arina merasa geli. Tetapi walaupun begitu, aku tak berhenti hanya sampai mengelus pahanya, aku pun menjilat lembut paha Arina yang jenjang itu. Membuat Arina semakin menggeliat.
“Uuhhh… Ahh… U, udaaahh….”
Aku pun menghentikan permainanku untuk menjaga alur.
“Gimana? Enak kan sekarang?”
“Umm… Se, sedikit.”
Dengan respon itu aku tau Arina tidak menikmatinya, tetapi aku sudah terlanjur napsu untuk menikmati tubuh Arina.
“Kalo gitu, sekarang kamu duduk lagi.”
Arina pun duduk.
“Lalu buka semua kancing seragam kamu.”
Sambil memalingkan wajah yang merah itu, Arina membuka satu-satu kancing seragamnya dengan perlahan. Setelah terbuka semua terlihat sedikit dari sela seragam Arina bra yang berwarna ungu juga. Arina menggunakan pakaian dalam yang seragam.
“Udah gini, apa lagi?”
Aku pun dikagetkan oleh Arina yang ingin tahu apa lagi selanjutnya yang harus Arina lakukan, serasa Arina ingin segera mengakhiri hal ini. Aku tak kecewa dan malah mempercepat proses eksekusi.
“Hooo… Gitu ya.”
“…”
Terlihat Arina sedikit bingung atas responku dan sedikit memiringkan kepalanya dan membuat Arina terlihat sangat imut. Aku pun langsung mendekati Arina dan langsung melahap bibir manisnya. Cup, cup.
Ku awali dengan ciuman bibir biasa semakin lama aku melakukan deep kiss, ku buat bibir Arina terbuka oleh lidahku dan menggeliat menelusuri mulut Arina mencari lidahnya. Saat bertemu ku gulati lidah Arina sambil sesekali menyedot mulutnya. Arina pun kewalahan dan Arina terjatuh, aku pun menindih Arina sambil ciuman kami tak berhenti.
“Uummmm….”
Desahan Arina pun tertahan oleh mulutku yang menciumi mulutnya.
Setelah ku rasa puas dengan ciuman, ku buat Arina duduk dan menyuruhnya untuk bersimpuh.
Aku pun berdiri dan lalu melepas celanaku sekalian dengan celana dalamku membuat burung gagahku terlihat dan terhunus tegas dihadapan wajah Arina yang memerah setelah melihatnya. Aku pun mendekatkan kontolku ke mulutnya.
“Selanjutnya ini.”
“I, ini? Ini kan penis say? Terus harus aku apain?”
Arina bertanya dengan polosnya sembari mengejar napas setelah ciuman tiada henti tadi.
“Hihi… Kamu jilat lah Rin.”
“A, apaaa?!”
Arina pun terlihat sangat terkejut dan terpental mundur.
Tapi tanpa ada kata-kata lagi Arina langsung mendekat, menciumi aroma kontolku dan hal itu membuatku semakin bernapsu lalu Arina mendekatkan mulutnya dan langsung menjilat ujung kontolku seperti menjilat eskrim makanan kesukaannya. Aku pun tersetrum dibuatnya dan merinding meresapi sensai kontolku dijilat, apalagi oleh pacar tercinta.
“Naaahh… Kaya gitu Rin… Uhh… Enak Rin, kaya, jilat eskrim aja Rin.”
“Slurp, slurp.”
Arina pun terus menjilati kontolku dari ujung hingga batang nya dilumat oleh Arina membuat kontolku terlumuri air liur Arina.
“Ahhh… Nikmat Rin… Se, sekarang masukin penisnya ke dalam mulut kamu.”
Dan Arina pun langsung melaksanakannya. Slurp… Kontolku dilumat Arina.
“Uhh… Jangan diem aja, gerakin kepala kamu maju-mundur sambil sedot kayak minum lewat sedotan Rin”
Lalu Arina pun menggerakan kepalanya sambil menyedot-nyedot kontolku. Uh… Rasanya ingin terbang saja.
“Ahh… Iya gitu Rin terus…”
Sudah cukup lama Arina mengulum kontolku, Arina pun melepas kulumannya.
“Udah say. Pegel mulut aku.”
“Yaahhh… Padahal belum keluar. Ya udah sekarang aku aja yang gerak, dan gak usah kamu sedot, cukup rapetin bibir kamu di penis aku.”
Arina pun menurut dan membuka mulutnya, lalu ku ambleskan kontolku ke dalam mulutnya dan kugerakkan pinggulku agar terjadi gesekan yang dapat membuatku nikmat. Tak lama aku pun akan keluar.
“Rin, spermanya udah mau keluar.”
“Mmmhhh…”
Arina berontak agar kontolku keluar dari mulutnya, tetapi aku ingin mengeluarkannya di dalam mulut Arina.
“Ja, jangan Rin, aku mau keluar di dalem mulut kamu.”
“Mmmmhhh…”
Aku pun menahan berontakkan Arina dan terus ku kocok kontol ku di mulutnya dengan cepat agar cepat selesai, dan lalu crroooottt… Keluarlah pejuku di dalam mulutnya.
“Ahhh… Telen Rin, konon bisa bikin cewek sehat, hihi…”
“Mmmhhh”
Sambil tetep mencoba berontak Arina terpaksa untuk meminum peju yang disemburkan di dalam mulutnya.
“Aghh… Gimana enak kan?”
“…”
Ku lihat Arina seperti mual”
“Riinn?”
“Hooeeekkk…”
Arina pun muntah.
Aku pun langsung menghampiri Arina dan ku bawa ke toilet.
“Udah gak papa?”
“U, udah…”
“Ayo, kita minum dulu.”
Setelah minum Arina pun terlihat sedikit segar.
Kami pun beristrahat sejenak, kulihat wujud Arina yang seksi dengan seragam yang kancingnya sudah terbuka, bagian bawah yang hanya terbalut kancut, dan terakhir yang membuatku tambah horni, jilbab putih yang menutupi kepala Arina menjadi lembap dari bekas keringat. Karena itu, kontolku bereaksi kembali dan menjadi gagah kembali. Ku lihat mata Arina terbelalak karena melihat kontolku mengeras kembali.
“Ayo Rin, kita lanjutin kalo kamu udah sehat lagi.”
“Ehhh?”
“Kenapa?”
“Kirain habis itu, kamu udah beres.”
“Ya nggak lah. Santai aja kali, kan rumah lagi kosong.”
“E, eehhh…. Huuhhh…”
Dengan otak nakal ku, langsung ku terjang Arina yang duduk dan membuat aku menindih tubuhnya.
Dengan posisi seperti ini ku lumat mulutnya dan membuat Arina menggeliat, ku elus-elus memeknya yang masih tertutup oleh kancut ungunya itu. Setelah kurasa cukup, dan Arina pun sudah lemas, dan juga memeknya telah becek, ku lepas ciuman dan elusanku dan ku bisikan kata erotis di telinga Arina yang tertutup jilbab itu terus ku gigit telinganya, membuat Arina menegang sejenak dan kemudian menjadi lemas, lebih lemas dari sebelumnya. Lalu ku berdirikan Arina dan kuhadapkan Arina ke tembok, sedangkan aku memposisikan diriku berada di belakangnya. Ku pelorotkan kancutnya yang sudah basah oleh memek beceknya, dan kutinggalkan di pergelangan kakinya. Aku pun jongkok untuk melihat jelas memek becek Arina, sembari ku cium Aroma memek Arina, ku sentuh memek beceknya dan ku jilati lendir memeknya yang melapisi daging nikmat Arina itu. Setelah itu, aku pun berdiri dan kubuat Arina sedikit menungging dan melebarkan kakinya agar mudah ku jebol memek Arina yang sudah becek itu. Saat ku hadapkan kontolku di hadapan memek Arina, aku merasa sedikit pusing, dan jantungku berdetak dengan sangat cepat. Aku pun merasa gerah dan keringat bercucuran.
“Rin, aku… Masukin yaa…”
“Mmmhhh…”
Arina merespon hanya dengan desahannya, Arina pun telah pasrah untuk ku jebol liang kenikmatannya.
Aku pun menghitung mundur dari 3 sebelum ku tempelkan ujung kontolku di memek Arina.
“3… 2… 1…”
Dan clep. Suara kontolku menyentuh dinding luar memek Arina yang sudah berlendir itu. Lembut, sangat lembut sekali rasanya, lalu kugesek-gesekan ujung kontolku di memek Arina mencoba mencari liang peranakannya. Saat ku temukan aku pun mulai mencoba menusuknya dengan sekuat tenaga, dan itu sungguh sulit sekali. Mungkin Arina masih perawan. Lalu kupikir, untuk mempermudah penetrasi ku pegang pinggul Arina dan kutarik Arina ke arahku. Dan pada akhirnya perlahan tapi pasti kontolku mulai melakukan inflitrasi ke dalam gua yang belum terjamah itu.
“Aaa… Aaaa… Aaakkhhhh….”
Rintih Arina karena kontolku sudah mulai menyusupi liang kenikmatan Arina. Arina merintih seperti mersakan kesakitan walaupun memeknya telat dilumasi cairan cintanya sendiri. Dan saat seluruh badan kontolku sudah masuk, amblas seamblas amblasnya, darah segar pun mulai mengucur merembes dari sela memek Arina. Arina pun terpekik, menegang sejadi-jadinya, dan terus merintih kesakitan.
“Aa… Aakh… Sakit say…”
“Tenang aja, nanti juga gak sakit kok, nantik bakalan nyaman kok.”
Untuk membuat Arina tidak begitu kesakitan dan kaget, kubiarkan dulu kontolku beradaptasi dengan liang Arina. Dan disaat seperti ini, Arina terus merintih. Hal itu membuatku semakin napsu. Aku pun merasa lebih sesak di liang Arina, mungkin kontolku membesar karena bertambah napsu. Sembari masih membiarkan kontolku merasakan kehangatan dan kenyamanan liang Arina, kuremas-remas toket Arina yang lumayan besar untuk ukuran tanganku. Arina pun dibuat menegang dan menggeliat oleh permainan ditoketnya yang masih terbalut bra ungunya itu.
Ditengah permainan tanganku di toket Arina, kumulai gerakan lembut di liangnya Arina. Walaupun hanya ku gerakkan perlahan terlihat reaksi tubuh Arina masih sangat kesakitan. Tubuh Arina gemetar setiap ku gerakkan se inchi pun. Melihat reaksi seperti itu, ku diamkan lagi dan hanya memainkan toket Arina lagi.
“Rin, masih sakit?”
“…. Uu… Uhh….”
Aku tak begitu mengerti apa yang di maksud oleh Arina, tapi mungkin maksudnya dia masih merasa sangat sakit, atau bahkan mungkin dia ingin ku akhiri perlakuan ini terhadapnya. Tapi yang namanya kepalang napsu, aku tak mau menghentikan ini, dan aku pun mulai menggerakkan lagi pinggulku untuk membuat gesekan di memek Arina.
“Aa… Aakkhhh….”
Arina pun langsung merintih dibuatnya. Dan aku pun sudah tak peduli lagi, aku ingin segera membuat kontolku merasa nikmat oleh memek Arina yang legit. Aku pun segera mempercepat tempo gerakkan pinggulku dan Arina terus merintih juga sepertinya dia menangis.
“Aaahhh… Nikmat Rin, tahan ya, sebentar lagi juga nanti enak kok.”
“… Aakkhhhh…”
Ku pompa terus memek Arina walaupun tubuhnya gemetar sangat hebat. Tak lama Arina ambruk dan membuat kontolku terlepas dari cengkraman liang Arina, dan darah segar dari liang Arina pun mengalir cukup deras karena sekarang tiada yang menyumpalinya lagi.
Aku pun bersimpuh tepat dibelakang Arina yang memberikan pantat sekalnya. Karena gemas aku pun mencubit-cubit pantatnya yang sangat empuk itu hingga terlihat berbekas berwarna merah.
“Ahhh…. Sa, sakiiit…”
Mendengar lenguh sakit Arina, aku jadi ingin cepat-cepat menusukkan lagi pedangku ini ke sarungnya Arina. Ku angkat pantat Arina membuat dia menungging ke wajah ku. Ku lebarkan kakinya agar liang Arina terlihat lezat menganga untuk ku nikmati. Tak pake lama lagi, ku bidikkan kontol ku ke liang Arina dan langsung ku amblaskan kedalamnya, membuat Arina lagi-lagi kelojotan.
“Aaakkkhhhh……”
Arina pun mendesah panjang. Tapi sepertinya, seluruh batang kontolku belum masuk semua, ini semua karena memek Arina yang masih baru, dan membuat penetrasi masih susah walaupun tak sesusah sebelumnya. Karena tak sabar lagi, langsung ku pompa Arina dengan cepat dalam posisi Arina menungging dan aku mengeksekusinya dari belakang.
“Ah… ah ah ah….”
Desah Arina sekarang berubah, seperti tidak begitu kesakitan lagi, desahannya terdengar seksi dan manja, membuat siapa pun yang mendengarnya langsung horni. Semakin lama semakin kunikmati liang Arina, dan semakin lama ku percepat goyanganku. Arina pun menjadi benar-benar sangat lemas, Arina pun ambruk dan ku tahan pinggulnya agar kontolku tak terlepas lagi.
“Hh…. Aaaaahhhh….. S, say…. ceeppeettt… Udaahh belumm…?”
“Bentar lagi…. Hah… Hah… Bentar lagi kok keluar….”
Sepertinya peju pun akan segera keluar dari pabriknya. Aku pun lebih mempercepat pompaanku dan Arina mendesah sejadi-jadinya. Tak lama aku pun sudah merasa akan meledak, aku pun tak kuasa untuk menghentikkan gesekkan kontolku di kelembutan memek Arina.
“Ah… Ah… Ahh…. Ja, jangan… di, dalem….”
Perkataan Arina membuatku tersadar dan aku pun mengerahkan seluruh kekuatanku untuk mencabut kontolku dari liang Arina. Plop, keluarlah kontolku dari liang Arina dan langsunglah lava putih menyembur dari ujung kontolku membanjiri pantat Arina yang empuk itu. Setelah semuanya tumpah, aku pun langsung ambruk menghadap langit-langit, Arina pun langsung lemas telungkup.
Arina dan aku ngos-ngos-san setelah pergumulan ini, seakan kami sudah berlari beberapa kilo meter saja. Seragam yang masih ku kenakan pun basah terbanjiri keringat hasil seks ku dengan Arina, Arina pun begitu.
Setelah cukup lama Arina dan aku beristirahat dan napas pun telah kembali normal aku pun bangun lalu membangun kan Arina juga. Arina menatapku seperti orang linglung dengan wajah merah meronanya. Aku pun tertawa kecil.
“Hihi…. Enak kan?”
“…”
Arina pun tak merespon. Lalu, aku mendapatkan ide cemerlang lain untuk menikmati tubuh Arina lebih lama lagi.
“Rin. Ortu kamu pulangnya kapan?”
“Huh? Ah, be, besok.”
Nah, ini dia yang ingin ku dengar. Dengan ini aku pun bisa lebih lama ngewe Arina.
“Uh. Rin, bajuku bau keringet nih.”
“Huh? Terus?”
“Ya, aku mau cuci.”
“Oh iya. Sini aku cuciin”
Aku pun melepas segala sesuatu yang menempel di tubuhku dan memberikannya kepada Arina. Lalu Arina pun bangun dan pergi ke tempat mesin cucinya berada aku pun mengikutinya. Di depan mesin cuci Arina memasukkan seragamku lalu, Arina pun melepas seragamnya yang lembap itu serta bra ungunya yang basah. Tak lupa kerudung basah Arina pun dilepasnya membuat Arina telanjang bulat sama denganku. Aku pun agak aneh melihat Arina. Saat kulihat wajah Arina, dia tetap memiliki ekspresi seperti orang linglung sambil menjalankan mesin cuci.
Lama-lama Arina memandangiku, bahkan seluruh tubuh ku dan dia pun keliatan terbangun dari lindurannya.
“Eeeehhhh….”
“A, apa Rin?”
“Ka, kamu kenapa te, te, te, telanjang?”
“Lah kan, bajunya di cuci Rin. Yang aku pake baju lah.”
“Eeehhhh? Kenapa aku jugaaa?!”
Arina pun langsung dengan gesit menutupi toketnya dan memeknya.
“Kenapa jadi gini? Terus gimana kamu pulang?”
“Ya, diem dulu di sini sampe kering bajunya.”
“Ya udah kamu pake baju ayahku dulu”
“Nanti ayah kamu curiga dong.”
“…”
Arina pun terlihat bingung.
“Ya udah, kan kata aku juga aku di sini aja dulu, nunggu seragamnya kering.”
“O, oke deh… Tapi, kamu udah maafin aku kan?”
“Haha… Ya belum lah. Tadi masih pembukaan, ayok sekarang kita mandi bareng.”
“Eehh?”
“Kenapa? Kamu gak mau mandi, liat tuh selangkang kamu, banyak darahnya. Gak mau kamu bersihin emangnya?”
“Huhh? Da, darahnya banyak bangett.. Ya udah, aku mandi duluan.”
“Apa? Kamu gak denger ya? Aku bilang kita mandi bareng. Kecuali, kamu gak mau aku maafin.”
“…”
Arina pun tak dapat berkata-kata dan aku merangkul nya berjalan menuju kamar mandi.
Kami pun mandi berdua di bawah shower yang menyemprotkan air hangat dan membuat kamar mandi beruap. Sembari mandi, kupandangi moleknya tubuh Arina, membuat kontolku kembali gagah dan mata Arina terbelalak dibuatnya. Pertama kalinya ku lihat pentil susu Arina yang menyembul lucu berwarna coklat gelap di atas toket gedenya. Aku pun tak kuasa menahan napsu dan langsung meremas toket Arina sambil ku sentil pentil coklat imutnya. Arina pun gemetar karena kelakuanku. Lalu, ku jilati pentil coklat Arina dan sekali-kali kusedot seperti bayi yang menyusui walaupun tak setetes pun air susu keluar. Setelah puas menyusu, sekarang aku pergi mengerayangi memeknya yang basah, ku elus-elus sampai Arina kelojotan. Ku kocok-kocok dan kutusuk-tusuk memek Arina, dan pada akhirnya Arina pun pipis dengan derasnya. Arina pun mabruk karena lemas telah orgasme. Aku pun cekikikan sambil memandikan Arina yang masih lemas itu.
Setelah mandi Arina dan aku pergi ke kamar Arina.
“Kamu, jangan dulu pake baju, selimutan aja biar gak dingin ya.”
Setelah itu, aku keluar dari kamarnya dan pergi untuk mengeringkan seragam yang tadi di cuci Arina. Setelah selesai, aku pun mencari kamar ortunya Arina untuk mencari alat kontrasepsi. Tujuannya aku ingin melakukan lagi seks dengan Arina tanpa mencabut kontolku dari dalam liang Arina. Dan kuharap aku menemukan obat minum. Aku pun membuka seluruh pintu yang berada di rumah Arina dan mengecek dalamnya, setelah sekian pintu aku pun menemukan ruangan yang terdapat dua orang di dalamnya, dan kuanggao itu adalah kamar ortunya Arina, lalu aku pun masuj dan mulai mencari. Setelah ku cari-cari akhirnya kutemukan bungkusan yang sepertinya bungkusan obat. Dan saat kubaca penjelasannya benar bahwa itu adalah alat kontrasepsi. Dengan riang gembira aku pun keluar dan kembali ke kamar Arina sambil membawa air minum dengan telanjang.
Terlihat Arina sedang tiduran di ranjang tertutup selimut.
“Nih Rin, minum dulu, kamu pasti hauskan setelah lemes-lemesan tadi. Hihi…”
Arina pun mengambil gelas yang kubawakan untuknya.
“Oh iya, sekalian ini, minum obat ini. Ini suplemen biar gak sakit sehabis kita ngelakuin seks.”
“… Kamu… gak minum?”
“Oh aku udah tadi, sebelum aku kembali kesini.”
“…”
Dan Arina pun meminumnya dengan polosnya.
Setelah itu ku simpan gelas yang dipegang Arina dan langsung ku tindih Arina yang berada diatas ranjang.
“Eehhh… Say?”
“Santai aja. Aku cuman mau ngelakuinya sekali lagi ini aja kok. Nanti aku maafin setelah ini. Ya, ya?”
“… Oke.”
Arina terlihat murung tapi aku tak peduli. Karena sekarang, aku akan mengeluarkan peju ku di dalam memek Arina yang hangat itu.
Dengan mengambil napas yang panjang, aku yang berada di atas Arina dan Arina menatap mata ku dalam-dalam, ku mulai eksekusi dari menciumi pipi Arina. Di lanjutkan menciumi pipi, mengigit telinga, menciumi leher lalu ku ciumi seluruh tubuh Arina yang lumayan empuk itu. Arina dibuat geli oleh perlakuanku. Setelah puas menciumi Arina, ku remas-remas toket empuknya dan ku mainkan pentil coklatnya.
“Uuhh…. Ah… Sa, saay….”
Desah, lenguh Arina menambah kekuatanku. Dan setelah puas dengan toket, aku menuju si lembah kenikmatan. Ku lebarkan kaki Arina sehingga Arina mengangkang dan memberikan memek harumnya. Ku sentuh memek Arina, ku elus-elus memek Arina, dan ku jilati memek Arina sehingga tak butuh waktu lama memek Arina menjadi berlendir kembali. Setelah ku buat memek Arina berlendir, aku buat Arina bangun dan kami bertukar posisi.
“Rin, aku pengen, kamu yang di atas dan masukin penis aku ke vagina kamu.”
“E, eehhh? Gi, gimana caranya?”
“Udah, nanti aku kasih tau, sekarang posisiin kamu di atas penis aku sambil ngangkang, dan buat vagina kamu tepat di atas penis aku.”
“…”
Arina hanya mengangguk dan memposisikan dirinya sesuai apa yang telah aku katakan tadi. Setelah berada dalam posisi, ku intruksikan Arina untuk memegang kontolku dan mencoba perlahan memasukkannya ke vaginanya sendiri.
“Gi, gini say?”
“Ya, terus, hati-hati, cari lubang vaginanya sampai kamu ngerasa penis aku nyentuh lubangnya.”
Arina pun terlihat sangat serius mencoba untuk memasukkan kontolku ke liang nikmatnya sendiri. Aku pun tertawa dalam hatiku. Tak lama aku mulai merasakan penisku mulai terlahap liang nikmat Arina.
“Aaa….”
Dan clep…. Akhirnya penisku amblas dilahap memek Arina, dan sekarang menjadi lebih mudah untuk masuk.
“Aahh….”
Desah seksi nun manja Arina pun langsung terdengar.
“Ya, gitu Rin. Kamu pinter deh. Sekarang aku gerak naik turun, supaya penis aku bergesekan sama vagina kamu.”
Tanpa basa-basi, Arina bergerak naik turun. Arina pun menghadapkan kepala ke langit sambil memejamkan matanya seakan dia pun meresapi seks ini, menikmati setiap gesekannya.
“Ya, ya… Terus kayak gitu Rin… Uhhh….”
“Ssssshhh….”
Arina pun mendesis.
“Uh… Tambah kecepatannya Rin”
Arina pun mempercepat gerakannya.
“Aaahhh… Ah ah ah ah ah….”
Desah Arina terdengar sangat manja dan hampir membuat nyawaku lenyap mendengarnya.
Dengan posisi seperti ini, toket Arina dengan pentilnya bergelayutan naik turun menganggur tak terjamah, karena itu, ku pegang kedua toket montoknya Arina dan kuremas-remas sambil sesekali ku cubit pentil coklat imutnya Arina membuat Arina semakin menggila.
Setelah permainan berjalan terus seperti ini beberapa menit, terasa gesekkannya menjadi lebih lambat, sepertinya Arina mulai lelah dan lemas.
“Udah Rin, berenti geraknya.”
Arina pun berhenti.
“Sekarang biar gak begitu capek, kamu goyang muter diatas penis aku.”
“Uhhh… Kayak… Giniihhh…?”
Arina pun langsung melakukan perintah ku dengan sempurna.
“Aahhhh….”
“Uhh… Enak Rin. Terus goyaaaang.”
Tak lama, hanya beberapa detik Arina langsung ambruk jatuh ke pelukanku.
Arina kehabisan batrenya, dia sangat lemas. Karena hal ini terjadi, kugenjot memek Arina dari bawah dengan Arina yang kupeluk.
“Aahhh… Ah ah ah… S, saaayyy…..”
Setelah beberapa menit, aku pun bosan dan menidurkan kembali Arina. Sekarang aku akan melakukannya dari atas Arina. Kugenjot dihadapan Arina. Setelah posisi terpasang, tanpa basa-basi lagi, langsung kutusuk memek becek Arina membuat Arina menegang.
“Ahhhh…..”
Kudiamkan dulu sejenak di dalam.
“Rin, jangan tutup terus matanya dong. Tatap mata aku.”
Arina pun membuka matanya dan melihat mataku dengan sayu.
Setelah itu, langsung ku pompa memek Arina dengan kecepatan penuh membuat Arina menggeliat tak karuan membuat dia tak memandangi lagi mata ku. Aku pun menutup mataku sambil menundul untuk meresapi setiap sensasi yang telah memek Arina berikan untuk kontolku.
“Ah ah ah ah ah….”
Desahan demi desahan Arina lantunkan yang membuat ku semakin bergairah. Aku pun merasa puncak hampir aku raih. Aku pun melambatkan pompaanku dan menyuruh Arina menatap mataku lagi. Dengan tempo yang terjaga, aku pun hampir klimaks.
“Ha, hampir keluar Rinnn….”
“Ka, kayak tadi say… Ja, jangan di dalem yaaah….”
Aku pun tak mendengarkan perkataan Arina dan terus memompa dengan elegannya sambil mata kami saling tatap mesra.
“Tenang aja Rin. Hmph…”
Dan aku pun menyemburkan benih ku di dalam memek Arina. Nikmat sekali.
“Aaa… Ahhh…. Ja, jangan saaayyyyy!!!”
Arina pun berontak mencoba melepasan cengkraman memeknya kepada kontolku. Namu sayang sekali, seluruh amunisi terlah dimuntahkan si perkasa.
“Aahhh….. Ini baru nikmat”
“Ahh….”
Arina melepas desahan terakhirnya dan disambung dengan tangisannya.
Setelah itu ku lepas tusukanku dan berbaring di samping Arina yang masih menangis.
“Tenang aja kan kataku juga. Kamu gak bakal hamil kok.”
“Be, bener? Kan sperma kamu di keuarin di dalem.”
“Iya, tapi tenang aja kan kataku. Liat aja, pasti kamu gak hamil kok. Liat aja nanti.”
Arina pun berhenti menangis. Dan untuk mengakhiri seks kami dan menunggu seragamku kering, aku menyusu pada Arina di bawah selimut hangat.
Sorenya aku pulang.
Setelah seks pertama kami itu, setiap kali Arina membuat kesalahan kepadaku, ku buat Arina melakukan hal-hal erotis, dari hanya kocok kontolku, pengen jilatin memeknya Arina, kulum kontol, pengen liat Arina telanjang doang, sampai yang pamungkas yaitu ngeseks, dan Arina selalu menurut. Tetapi ada sekali-kali kita ngelakuin seks walaupun Arina gak ngebuat salah, dan itu sangat nikmat saat Arina memang mau ngeseks dengan ku. Dan pernah aku minta dia ngeseks dengan temanku dan aku hanya ingin melihat tapi dia nolak dan bilang, “kalo sama kamu sih gak papa.” Dan itu membuat ku sangat senang. Mungkin Arina memang mencintaiku dan sangat berharap akulah yang menafkahinya kelak, atau mungkin gegara aku yang mengambil keperawananya. Yang jelas itu pengalaman yang luar biasa walaupun pada akhirnya dia sendiri yang mutusin aku. Entah apa alasanya tapi dia nolak ngasih penjelasnya dan gak mau balikan lagi.