Menodai Bidadari Kampus Chapter 3

A+ A-

Cerita Sex Bersambung Menodai Bidadari Kampus

Kisah Menodai Bidadari Kampus Chapter 3

? NOVELBASAH ? “Minggir lo Den, sumringah amat abis nindik meki aja. Sekarang giliran gue,” ujar Evan sambil menepuk pundak Deni yang masih asyik memainkan peniti yang menancap di klitoris Harumi.

“Bantuin gue lepasin iketan lontenya dong, kita puter arahnya ke belakang.”

Ternyata Evan tidak bercanda waktu dia bilang kalau dia mau merasakan pantat Harumi. Kasian juga cewe ini, baru saja vaginanya diperawani, kini lubang pantatnya juga harus diterobos oleh seorang maniak seks. Untuk memastikan agar Harumi tidak kabur, kami semua memegangi tangan Harumi saat Evan melepaskan ikatannya, lalu memaksa Harumi untuk berbalik menghadap pohon, sambil tangannya memeluk batang pohon itu. Sebelum Harumi sempat berusaha untuk melepaskan diri, kami kembali mengikat tangan dan kakinya. Mengetahui apa yang akan terjadi dengan pantatnya, ia mulai menangis kembali dan mengiba untuk dilepaskan, yang tentu saja tidak kami hiraukan.

Dengan posisi seperti itu, aku dapat melihat punggungnya yang masih putih bersih, tidak seperti bagian depan tubuhnya yang sudah kami hiasi dengan luka-luka cambukan. DI bawah punggung itu terdapat dua buah bulatan daging yang tampak begitu sekal dan padat, yang terus bergoyang seirama dengan nafas pemiliknya yang tersengal-sengal. Pahanya juga tidak kalah menggugah selera dari belakang. Pokoknya gadis ini benar-benar makhluk paling sempurna yang pernah aku lihat! Sayang sekali tubuh cantik itu kini tidak memiliki masa depan secerah yang sepantasnya ia dapatkan, apalagi kalau ternyata ia hamil akibat perkosaan ini Namun masa bodoh, itu bukan urusanku, yang penting aku akan mengalami kenikmatan yang luar biasa. Sialnya aku harus mengalah sama cowok-cowok ini, karena mereka adalah kakak kelasku.

Evan mulai berlutut di belakang tubuh Harumi, sambil tangannya meremas-remas pantat Harumi yang montok. Remasannya makin lama makin brutal, bahkan hinga kuku-kukunya menancap di pantat Harumi dan meninggalkan bekas merah. Tidak hanya itu, Evan juga menjilati bongkahan daging kenyal di hadapannya itu, bahkan sekali-sekali ia menggigit dan seolah berusaha mencabik pantat Harumi, hingga gadis itu menjerit kesakitan. Mulai bosan dengan permainannya, Evan mulai menggunakan telunjuknya untuk menusuk-nusuk lubang pantat Harumi.

“Van please jangan di pantat, sakittt..”

“Oh bagus dong kalo sakit, tugas kita kan emang bikin lo sakit! Masalahnya lobang pantat lo sempit banget gila, gimana masukinnya nih, malah peret banget lagi..”

“Lo kurang pengalaman ya Van! Lo lebarin dulu lah pake apa kek,” sahut Roy memberi saran.

“Nih, pake ranting-ranting aja kan banyak sekitar sini. Cari yang agak gedean,” Mita memberi ide, yang langsung disambut dengan penolakan Harumi.

“Lo pada gila apa yah? Jangannn… tolong…please.. gue mohon..” gadis itu berusaha untuk mengucapkan setiap kata tolong yang ada di kepalanya. Tidak ada yang peduli dengan permintaannya, bahkan cewek-cewek mulai mencari ranting yang paling besar yang bisa mendobrak anus Harumi. Akhirnya Devi menemukan ranting – mungkin lebih tepat disebut cabang, entahlah – dengan diameter sekitar 4 cm, lalu menyerahkannya pada Evan.

Dengan tangan kirinya, Evan merekahkan pantat Harumi hingga lubang dengan dinding luar yang berkerut itu mulai terlihat. Kemudian ia menyodokkan ranting pohon itu ke dalam anus Harumi, disambut dengan jerit kesakitan gadis cantik itu. Jeritan yang memekakan telinga itu nampaknya membuat Evan semakin bernafsu menyodok-nyodok anus Harumi, hingga ujung ranting itu terlihat berwarna merah karena darah dari dalam anusnya. Setelah dirasanya cukup, ia mulai memposisikan batang penisnya di antara kedua belah pantat Harumi. Ia mencengkeram pinggul Harumi dengan erat untuk memantapkan posisinya itu.

“Siap-siap ya sayangg, satu..dua..tigaa!”

“Akhh…” Harumi mendesah pelan. Padahal aku berharap ia menjerit sekaras-kerasnya. Namun tampangnya ranting pohon yang berukuran lebih besar daripada penis Evan telah menghabiskan jeritannya, sehingga penis Evan menjadi perkara yang lebih mudah baginya. Namun sodokan-sodokan brutal dari penis Evan lama-lama mulai mengenai dinding anusnya yang tadi terluka akibat disodok dengan ranting kayu dengan brutal, sehingga Harumi mulai kembali menangis kesakitan.

“Udahan dong please, sakit banget Van, ampunn..”

“Lo kira lo doang yang sakit? Kontol gue juga sakit tau nerobos pantat lo yang sempit banget, kayaknya ampe lecet nih. Abisnya enak banget nyodomi cewek Jepang, gimana dong hahahaha…”

Dari pinggul Harumi, tangan Evan mulai bergerilya ke atas, menyusuri lekuk tubuh sempurna sang bidadari. Tangan Evan berhenti di payudara Harumi, lalu ia mulai meremas-remasnya dari belakang. Sementara itu, bibir Evan menciumi leher Harumi yang jenjang, sambil sesekali menggigitnya hingga meninggalkan bekas-bekas letupan asmara.

“Plop..plop..plop..” terdengar bunyi pinggang Evan yang menghantam pantat montok Harumi dengan irama yang semakin lama semakin cepat. Hanya bunyi tersebut yang dapat kudengar di hutan yang sunyi itu, tentunya selain desahan dan tangisan Harumi yang semakin lama semakin melemah. Pada saat Evan mencapai klimaksnya dan menyemburkan spermanya ke dalam pantat Harumi, gadis itu tidak memberikan respon apapun, bahkan tidak terdengar desahan atau rintihan dari mulutnya. Benar saja, ternyata Harumi jatuh pingsan. Namun karena ikatannya cukup kuat, ia tidak terjatuh sama sekali.

“Yah pingsan bro, gimana nih, gue belom juga pake,” keluh Roy.

“Yaelah tenang aja sih, pingsan doang kok bukan mati. Mending kita lepasin dulu deh,” Rina memberi ide. Kami mulai melepaskan tali-tali yang mengikat kaki dan tangan Harumi, yang ternyata meninggalkan bekas-bekas merah, membuktikan bahwa ikatan yang kami buat sangat kuat. Kami baringkan gadis yang tidak sadarkan diri itu di atas tanah.

“Bangun woy, kerjaan lo belom selesai di sini!” bentak Devi sambil menggoyang-goyangkan kepala Harumi. Masih tidak ada jawaban, Devi mulai menampar pipi Harumi, kemudian payudaranya juga ditampari. Akhirnya Harumi membuka matanya saat Devi menampar pipinya sekuat tenaga hingga bibirnya kembali berdarah.

“Awhhh sakitt! Ini di mana ya?”

“Jangan pura-pura bego deh! Buruan lanjutin kerjaan lo, udah mulai gelap nih!”

“Udah dong please, gue capek banget. Badan gue udah sakit semua. Kenapa gak lo bunuh gue aja sekalian sih..”

“Apa untungnya kita bunuh lo, blay? Kita cuma pengen liat lo menderita aja kok, simple kan? Udah buruan siapin diri lo, client berikutnya udah antri nih.”

Roy tersenyum mendengar aba-aba dari Devi. “Hai cantik, udah siap kan nerima kontol gue?”

“Jangan Roy ampun, gue udah gak sanggup lagi..”

“Bukkk..!Sebuah tinju mendarat di perut Harumi yang rata. “Buruan ikutin perintah gue, lo mau gue siksa sampe mati? Kalo emang elo mau mati, bukannya kita gak bisa bunuh lo, tau gak?! Sekarang buruan nungging, gue mau perkosa lo kayak anjing, soalnya emang orang-orang macem lo itu emang anjing!”

Belum pernah aku melihat Roy marah sekeras itu, padahal biasanya ia cenderung kalem walaupun rada bejat. Harumi juga pasti merasakan hal yang sama, tanpa berkata-kata ia memposisikan tubuhnya sendiri hingga menungging. Pantat sekal itu kini semakin terlihat menggoda, menjulang tinggi ditopang oleh pahanya yang mulus. Tanpa basa-basi, Roy memposisikan penisnya persis di depan vagina Harumi, lalu menyodoknya dari belakang. Roy memaju-mundurkan pinggulnya dengan sangat cepat, tanpa peduli rintihan korbannya yang nampaknya sama sekali tidak menikmati persetubuhan itu. Tangan Roy meremas-remas pantat Harumi yang kenyal, sambil sesekali menampar bongkahan daging itu keras-keras hingga memerah.

Dari atas dapat kulihat batang penis Roy yang rupanya lebih besar dari cowok-cowok yang lain, batang hitam yang berurat itu dijepit oleh kulit yang sangat putih, sungguh pemandangan yang membangkitkan gairahku. Aku tidak dapat menahan gairah ini lagi, pikirku dalam hati. Aku pun segera melepaskan pakaianku, kemudian duduk mengangkang persis di depan kepala Harumi.

“Isep kontol gue,” ujarku dengan tenang. Namun gadis itu hanya menatap mataku sebentar, lalu membenamkan wajahnya ke tanah untuk menghindari tatapanku yang penuh nafsu.

“Lo budek apa bego sih? Gue bilang isep kontol gue, ******!” bentakku sambil menjambak rambut Harumi yang hitam bergelombang, hingga kepalanya terangkat. Harumi memperbaiki posisi tangannya supaya tubuhnya tetap stabil, lalu ia mendekatkan kepalanya ke arah selangkanganku. Dengan ragu-ragu ia mulai membuka mulutnya, kemudian melahap penisku perlahan-lahan layaknya memakan buah pisang. Namun kecepatan permainan Roy di belakang tubuh Harumi membuat gadis itu kesulitan menjaga keseimbangannya, hingga akhirnya kuperintahkan Roy untuk menarik tangan Harumi ke belakang dan memeganginya. Kini Roy tampak seperti sedang mengendarai kuda, kuda putih yang begitu seksi dan menantang.

Gila, kini aku benar-benar terangsang. Belum sempat ia mengulum penisku, baru masuk ke rongga mulutnya saja aku sudah merasakan nikmat yang luar biasa. Apalagi saat ia mulai menggunakan lidahnya untuk memainkan batang penisku, aku serasa ada di langit ketujuh. Entah kenapa pacarku tidak bisa memberikan kenikmatan yang seperti ini, padahal gadis di depanku ini kelihatannya anak baik-baik yang tidak pernah mengulum batang penis pria lain. Mungkin cewek-cewek Jepang memang terlahir dengan bakat seperti ini. Namun aku tidak ingin terlihat terlalu mudah dipuaskan.

“Lo bisa nyepong gak sih woy? Roy, pukulin pantatnya sampe dia bisa nyepong yang bener!”

“Dengan senang hati masbro,” sahut Roy sambil mulai menampar pantat Harumi, kali ini lebih keras dari tamparan-tamparan sebelumnya. Jeritan Harumi tertahan karena mulutnya penuh dengan batang penisku, namun aku dapat merasakan sensasi nikmat yang luar biasa saat ia menjerit sambil mengulum penisku. Nampaknya pukulan-pukulan di pantatnya berhasil membuat Harumi berusaha untuk memuaskan gairahku lebih lagi, namun aku tidak peduli. Aku terus perintahkan Roy untuk menyakiti gadis itu agar ia kembali menjerit, jeritan yang mengalir dari tenggorokannya sampai ke batang penisku, yang memberikan rasa nikmat tak terbayangkan.

Baru beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi. Begitu juga dengan Roy yang segera mempercepat gerakan pinggulnya, serta nafasnya yang semakin cepat menandakan bahwa ia akan segera berejakulasi. Di saat yang bersamaan, kami menyemburkan sperma kami di vagina dan mulut Harumi. Bedanya, aku tidak ingin menghabiskan spermaku di mulutnya. Kucabut penisku dari mulut Harumi, lalu kusemburkan sisa-sisa cairan nikmat itu ke wajah Harumi yang cantik jelita. Ternyata banyak sekali sperma yang keluar dari penisku, rasanya belum pernah aku berejakulasi sebanyak itu. Wajah Harumi kelihatan penuh oleh spermaku, bahkan sampai turun mengalir ke dagunya.

“Lo harus liat muka lo, makin cantik loh pake make-up peju!” canda Mita. Ia kemudian menyodorkan HP-nya ke depan wajah Harumi dengan posisi kamera depan yang menyala, hingga Harumi dapat melihat wajahnya sendiri yang dipenuhi oleh sperma. Raut mukanya menunjukkan rasa malu yang luar biasa, apalagi saat kupaksa ia menjulurkan lidahnya dan menjilati sperma yang menempel di sekitar mulutnya.

“Dim, lo masih punya giliran satu kali lagi loh. Kasian amat lo yang laen dapet meki ama pantat, masa lo cuma kebagian mulutnya,” kata Devi.

“Ahh curang enak amat masa dia dua kali sih?” sahut cowok-cowok lainnya layaknya anak kecil yang cemburuan.

“Ga usah iri lo pada, makanya jadi orang ngalah kayak gue. Har, kita masuk ke dalem aja yuk, di luar udah mulai gelap, gue mau liat badan lu dengan jelas,” jawabku sambil beranjak dan menarik tangan Harumi supaya bangun dari tempatnya. Kugiring bidadari itu ke dalam pondok, kubawa ia menuju salah satu kamar di dalamnya, di mana terdapat barang-barang bawaanku. Sebelum teman-temanku mengikuti kami masuk ke kamar itu, segera kututup pintunya dan kuputar kuncinya.

“Woyy ngapain lo pake kunci pintu segala? Kita mau nonton kali!” teriak mereka sambil menggedor-gedor pintu kamar.

“Udah lah biarin aja, mungkin dia punya rencana spesial kali. Dim, asal jangan dibunuh ya!” teriak Devi dari luar. Yep, benar sekali, aku memang punya rencana spesial untuk menikmati gadis cantik ini. Kini gadis cantik itu berdiri diam di hadapanku, tangannya berusaha menutupi kemaluannya walaupun tentu saja tidak mengurangi ketelanjangannya. Matanya yang sembab memandangi mataku, seolah mengiba untuk berhenti menyiksa dirinya.

Bersambung : Menodai Bidadari Kampus Chapter 4

Comment