Kisah Menodai Bidadari Kampus Chapter 1
? NOVELBASAH ? Kutuntun tangan lembut itu menyusuri jalan setapak yang sunyi senyap. Sesekali kupandangi wajah gadis yang walaupun nampak sangat lelah dan kesakitan, namun masih memancarkan kecantikannya; kecantikan yang belum pernah aku temukan semasa enam puluh tahun aku menghembuskan napas. Langkahnya terseok-seok, mungkin karena kakinya yang telanjang itu kesakitan saat menginjak jalan yang berkerikil. Dari balik sarung yang membungkus tubuhnya, kuintip belahan dadanya yang sangat merangsang siapapun yang melihatnya. Ingin rasanya kusetubuhi gadis itu sekali lagi, namun aku sudah terlanjur berjanji membawanya ke kantor polisi di desa terdekat.
Terbukti bukan hanya aku yang mengagumi kecantikan gadis itu. Pak polisi yang membukakan pintu kantornya pun terperanjat saat melihat seorang kakek tua yang menuntun sesosok bidadari yang hampir telanjang bulat, hanya dibungkus sarung yang menutupi sebagan payudaranya, sampai beberapa senti di bawah selangkangannya.
“Ada apa ini Kek?” tanya sang polisi dengan muka yang kebingungan; antara dikuasai nafsu dan rasa simpati terhadap sosok bidadari malang di depannya.
“Ini Pak, tadi saya temukan anak ini tergantung di pohon dekat rumah. Kasihan dia, Pak, kayaknya korban pemerkosaan dan penganiayaan.”
“Siapa nama kamu, nak?”
“Harumi…” ujar gadis itu lirih. Jujur selama semalaman kunikmati gadis itu, aku belum mengetahui namanya. Sekarang aku tahu mengapa ia begitu mirip gadis Jepang seperti yang di film-film porno – karena ia memang seorang gadis Jepang! Gila, mimpi apa aku semalam bisa meniduri gadis Jepang yang cantik seperti Harumi? Walaupun selama tinggal di kota aku sering “jajan”, belum pernah kutemukan gadis yang sesempurna Harumi ini. Aku sedikit menyesal mengantarkan Harumi ke kantor polisi. Harusnya aku simpan gadis ini di rumahku sebagai budak seks pribadiku. Namun kupikir hal itu akan terlalu beresiko.
“Silakan duduk, Neng. Ambil minuman kalau kamu haus,” kata pak polisi
“Sekarang kamu bisa ceritakan apa yang terjadi sama kamu?” lanjutnya.
Harumi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya yang sipit menatap tembok dengan tatapan kosong. Aku yakin dia sangat trauma atas apa yang menimpa dirinya sebelum aku menemukan dia di hutan dalam keadaan yang mengenaskan. Aku juga berharap agar dia tidak menceritakan kalau akulah yang terakhir menikmati tubuhnya, toh aku sudah memaksa dia berjanji untuk tidak melaporkan perbuatanku asalkan kuantar dia ke kantor polisi.
Keheningan yang panjang itu terganggu saat kami mendengar suara ketukan di pintu. Seorang lelaki muda – mungkin seumuran dengan Harumi – masuk ke dalam ruangan itu setelah pak polisi membukakan pintunya.
“Pak, saya mau mencari teman saya yang hilang. Kemarin saat… Loh, Harumi, kamu kok bisa di sini??” tanya lelaki itu dengan wajah panik.
Tangisan Harumi langsung meledak saat ia menatap lelaki itu. “Itu orangnya Pak! Dia yang memperkosa saya!” teriak Harumi sambil menunjuk-nunjuk orang tersebut.
Lelaki itu hendak kabur, namun aku dan pak polisi segera menghalangi langkahnya dan menyeret dia ke kursi di sebelah Harumi.
“Siapa nama kamu?!” tanya sang polisi.
“Dimas, Pak. Pak sumpah bukan saya, saya bisa ceritain semua.”
“Wah, saya tau dari mana nih mana yang benar. Kita harus periksa kalian bertiga dulu.”
“Pak, anak itu bawa tas. Coba diperiksa tasnya, siapa tau ada barang bukti,” ujarku menyela percakapan mereka. Aku takut kalau diperiksa, nanti ketahuan kalau aku juga telah memperkosa Harumi. Maka itu aku berusaha untuk membuat Dimas sebagai sosok yang bersalah. Kubuka resleting tasnya, lalu kusibak isinya. Isinya hanya ada dompet, botol minum, dan sebuah buku notes. Kukeluarkan buku itu, lalu kubaca isinya bersama dengan pak polisi. Dari situlah aku mengetahui apa yang telah menimpa Harumi sebelum aku berjumpa dengannya. Bodoh sekali anak ini, pikirku dalam hati, masak ia menuliskan semua yang ia lakukan di buku, kan bisa jadi barang bukti. Entahlah, mungkin ia ingin menjadi penulis cerita seks.