Derita Para Gadis Tawanan Chapter 4 End

A+ A-

Cerita Sex Bersambung Derita Para Gadis Tawanan

Kisah Derita Para Gadis Tawanan Chapter 4 End

? NOVELBASAH ? “Mmmphhh-mphhh..” terdengar suara dari mulut Elle yang tersumbat oleh sebatang penis yang memenuhi mulut mungilnya. Pemilik penis tersebut memajumundurkan pinggulnya dengan cepat dan kasar, sehingga penisnya menyodok-nyodok mulut Elle hingga ke tenggorokannya. Sementara itu, pria berbadan kekar yang berada di belakang Elle – yang diposisikan menungging itu – sedang menyodok-nyodokkan penisnya ke liang dubur Elle, dengan tempo yang seirama dengan pria di depannya. Sambil menyodomi Elle, pria itu juga meremas-remas bongkahan pantat Elle yang kenyal dan padat, sambil sesekali menamparnya keras-keras sehingga menimbulkan bekas kemerahan. Pria tersebut menarik kedua tangan Elle ke belakang, seolah sedang menunggangi kuda. Kuda yang putih mulus dengan lekuk tubuh yang sempurna, dengan rambut yang panjang bergelombang. Sungguh pemandangan yang menggairahkan empat pria lainnya di ruangan itu, yang sedang menunggu giliran untuk memperkosa Elle, gadis negeri Selatan yang mereka sewa dengan harga yang cukup tinggi untuk malam itu. Di kamp tawanan itu memang ada beberapa ruangan yang dikhususkan bagi para penduduk sipil yang ingin menyewa gadis-gadis tawanan dari negeri Selatan, untuk kemudian diperkosa ramai-ramai atau disiksa secara brutal untuk memuaskan nafsu mereka.

Tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka oleh sang komandan beserta dua orang anak buahnya.
“Maaf mengganggu Tuan-Tuan, nampaknya kita harus mengakhiri pesta malam ini,” ujar sang komandan.
“Wah nggak bisa dong, kita udah bayar mahal2! Ngerasain aja belom!” protes keempat pria yang sedang menunggu giliran untuk menyetubuhi Elle.
“Tenang, uang Anda akan kami kembalikan malam ini. Namun perempuan sundal ini perlu kita pinjam sementara. Ada beberapa pertanyaan yang harus ia jawab.”

Setelah negoisasi yang berlangsung cukup alot, akhirnya para penyewa itu menyerahkan Elle kepada sang komandan. Anak buahnya membersihkan tubuh Elle dari sisa sperma yang menempel di muka, selangkangan, pantat, dan payudaranya. Mereka juga mengeluarkan sebuah botol beling kecil yang tadi ditancapkan ke dalam vagina Elle. Saat botol itu dikeluarkan, darah mengalir dari vagina Elle. Mungkin karena tadi botol tersebut disodokkan secara kasar oleh para pemerkosanya, sehingga dinding vaginanya lecet-lecet. Kemudian mereka mencabut beberapa penjepit baju yang dijepitkan di puting susu Elle dan sekitar gundukan payudaranya.

“Bawa dia ke ruang penyiksaan, lalu gantung dia di tengah ruangan!” perintah sang komandan. Anak-anak buahnya melakukan persis seperti yang diperintahkan atasannya. Kedua tangan Elle diangkat ke atas, lalu pergelangan tangannya diikatkan dengan rantai besi yang terhubung dengan palang yang berada di langit2 ruangan. Rantai itu kemudian ditarik menggunakan semacam katrol sehingga tubuh Elle terangkat beberapa centi dari lantai beton. Dengan keadaan tergantung seperti itu, lekuk tubuh Elle yang menyerupai botol minuman soda itu semakin menggiurkan. Payudaranya yang gempal dihiasi dengan puting yang berwarna pink, dengan beberapa bekas luka akibat jepitan baju dan digigiti oleh para pemerkosanya. Punggung dan pantatnya yang putih mulus dihiasi oleh beberapa garis merah tipis akibat cambukan yang seringkali ia terima selama bekerja rodi, walaupun ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Melihat makhluk yang sempurna seperti itu, kedua penjaga tersebut protes kepada sang komandan. “Boss, kalo ceritanya dia mau dihabisin kayak Ashley waktu itu, mending kita semua nikmatin dulu sebelom rusak!” Sang komandan menuruti permintaan anak buahnya, lalu memberikan mereka waktu selama satu jam untuk menikmati tubuh Elle yang tergantung bebas di tengah ruangan. Mereka lalu memanggil hampir semua penjaga lainnya di kamp tawanan itu, kira2 30 orang jumlahnya untuk masuk ke ruangan itu dan menikmati tubuh Elle terakhir kalinya sebelum mungkin “dirusak” oleh sang komandan yang sadis itu. Maklum, banyak yang berpendapat bahwa Elle adalah salah satu gadis paling cantik di kamp tawanan itu.
Sebagian dari para penjaga itu mengantri di depan tubuh Elle yang masih digantung di tengah ruangan, sementara sisanya mengantri di belakang tubuh Elle. Karena waktu yang diberikan terbatas, maka mereka harus memperkosa Elle dua orang sekaligus, dalam posisi berdiri. Satu orang memperkosa vaginanya dari depan, sementara satu orang lagi memperkosa anusnya dari belakang. Kini tubuh Elle seperti daging yang terjepit oleh dua roti sandwich di kedua sisinya. Sambil memperkosa Elle, mereka tidak henti2nya meremas2 payudara Elle baik dari depan maupun dari belakang, memilin2 puting susunya, dan mengelus2 sekujur tubuh Elle yang sempurna itu. Pria2 yang memperkosa Elle dari depan juga menciumi bibirnya yang sensual, serta menjilati seluruh wajahnya hingga basah oleh ludah. Dalam waktu satu jam, semua penjaga itu telah menyemprotkan spermanya di vagina dan anus Elle, bahkan beberapa penjaga telah memperkosa Elle lebih dari sekali.

Setelah satu jam berlalu, sang komandan kembali memasuki ruangan itu ditemani oleh seorang asistennya yang juga terkenal sangat sadis dalam menyiksa wanita. Semua penjaga lainnya diminta meninggalkan ruangan itu, sehingga kini Elle sendirian di tengah ruangan itu dalam keadaan tergantung2. Sisa2 sperma mengalir dari vagina dan anusnya, menuruni pahanya menuju lantai. Tubuhnya yang molek dibasahi oleh keringat karena kelelahan akibat dipaksa untuk melayani puluhan pria dalam waktu satu jam. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat payudaranya naik turun berirama.

“Selamat malam, Elle,” sapa sang komandan, memecah kesunyian di ruangan itu. “Kamu kenal sama dia?” tanyanya, sambil menunjukkan foto seorang pria, yang tidak lain adalah ayah kandung Elle. Ayah Elle adalah seorang jenderal di negeri Selatan yang cukup disegani. Elle sedikit terkejut saat melihat foto ayahnya, dan berharap ayahnya baik-baik saja.

“Jawab!” bentak sang komandan sambil menampar wajah Elle dengan keras, hingga bibirnya mengucurkan darah. “I-i-i-iyaa…” jawab Elle ketakutan.
“Sayang sekali aku harus menampar kamu untuk pertanyaan yang sudah aku tahu jawabannya, Elle. Ayahmu pasti rindu sekali sama kamu. Aku gak bisa bayangin ekspresinya kalau tahu gadis sulungnya setiap hari diperkosa, disodomi, dan disiksa oleh bermacam2 pria.”
Elle termenung mendengar perkataan sang komandan. Hatinya sakit saat membayangkan perasaan ayahnya, ketika mengetahui bahwa anak yang ia besarkan dengan susah payah selama ini, ternyata hanya menjadi objek untuk memuaskan nafsu para pria bejat.

“Sekarang kamu pasti tahu di mana dia kan?” tanya sang komandan, membuyarkan lamunan Elle. Tentu saja Elle tahu tempat tinggal ayahnya, namun ia enggan untuk memberitahukannya. Di rumah itu ada ibu dan dua orang adik perempuannya yang masih berusia 14 dan 16 tahun. Ia tidak ingin kedua adiknya itu mengalami penderitaan seperti yang ia alami. Dan terutama ia tidak ingin ayahnya dibunuh oleh orang yang sangat ia benci. Kemudian Elle meludah ke lantai untuk menandakan keacuhannya.

“Aku sudah duga kamu gak bakal jawab pertanyaanku, tapi malam ini kita akan bikin kamu menyesali keputusanmu itu,” kata sang komandan dengan nada santai, sambil mengayun2kan cambuk di tangannya. Cambuk itu terbuat dari kulit yang tidak terlalu panjang, namun di ujungnya dilapisi dengan logam. Bulu kuduk Elle berdiri saat melihat alat yang dapat merobek2 tubuhnya itu. “Oke Elle, kalau kamu tidak mau jawab pertanyaanku, malam ini kamu akan kita ajari cara berhitung ya. Bantu kita untuk hitung berapa kali cambuk ini melukai tubuhmu, cantik.”

Elle memejamkan matanya erat2 saat sang komandan mengayunkan cambuk ke arah tubuhnya. “Ctarrr!!” cambuk itu mengenai perut Elle, meninggalkan segaris lecet pada perutnya yang rata. “Aaaaaaakhhh!!” jerit Elle kesakitan. Walaupun sudah seringkali dicambuki, baru kali ini tubuhnya merasakan cambuk dengan lapisan logam di ujungnya.
“Ayo mulai berhitungnya!”
“S-sss-satu…” ujar Elle dengan lirih.
“Ctarr!!!” kini gantian asisten sang komandan yang mencambuk Elle dari belakang, mengenai bulatan pantat Elle yang sebelah kanan.
“Aaaahhh..ssshhh…d-dua..”
“Ctarr!!”
“Aaahhhhh… t-t-ti-tigaaa..”


“Ctarr!!!”
“Hssssshhhh… lima p-puluh..”
Mereka lalu berhenti mencambuki tubuh Elle. Sang komandan sudah mencambuki bagian depan tubuh Elle sebanyak 25 kali, baik di dada, perut, kaki, maupun pahanya. Ia bahkan meminta asistennya untuk merentangkan kaki Elle, kemudian mengayunkan cambuknya ke arah selangkangannya, sehingga daerah kewanitaannya itu terluka cukup parah. Sang asisten juga sudah mencambuki punggung dan pantat Elle sebanyak 25 kali. Mereka lalu menyaksikan tubuh Elle yang dipenuhi oleh lecet-lecet akibat tergores logam pada ujung cambuk yang mereka gunakan. Beberapa luka bahkan mengalirkan tetesan darah. Elle tak henti2nya meringis akibat rasa sakit dan perih tak tertahankan di sekujur tubuhnya.

“Sakit, Elle?” tanya sang komandan, sambil mengusap luka di punggung Elle.
“J-j-jangan harap gue bakal jawab p-per-pertanyaan lo!” kata Elle terbata2, sambil menahan rasa sakitnya.
“Siapa yang nanya?!” bentak sang komandan. Asistennya lalu mencelupkan tangannya ke segelas minuman alkohol yang telah ia siapkan di ruangan itu, kemudian mengusap-usapkannya ke punggung dan pantat Elle yang penuh lecet.

“Sssshhh… aaaaaakkhhhh perihhhh tolonggg!!!” teriak Elle histeris saat merasakan perih yang luar biasa pada bekas lukanya itu. Sang komandan tertawa dengan puas saat melihat tubuh Elle menggelinjang hebat akibat kesakitan. Begitu juga dengan sang asisten yang kini juga mengusap-ngusap payudara Elle dengan tangannya yang masih dibasahi alkohol. Wajah Elle dibasahi oleh air mata tanda kesakitan yang luar biasa.

“Masih belum mau jawab, Elle?”
Elle menggeleng2kan kepalanya. Misalnya ia menjawab pun, ia tidak yakin apabila keluarganya masih tinggal di rumah itu. Mungkin karena letaknya yang dekat dengan perbatasan, bisa saja keluarganya pindah ke tempat yang lebih aman.

“Gila, alot banget lonte satu ini. Sayang banget dia sama keluarganya,” bisik sang komandan kepada asistennya.
“Oke Elle, mungkin kamu butuh waktu untuk berpikir. Kita akan lihat besok pagi. Sementara itu, asistenku akan bantu kamu untuk tidur nyenyak malam ini. Sampai jumpa, Elle,” kata sang komandan. Sementara itu, asistennya menarik sebuah “kuda-kudaan” kayu yang berbentuk balok segitiga, dengan ujung yang cukup lancip menghadap ke atas. Kuda2an itu lalu diposisikan tepat di bawah selangkangan Elle. Kemudian ia menurunkan rantai yang mengikat pergelangan tangan Elle, sehingga tubuh Elle terjatuh tepat di atas kuda2an itu. Bagian ujungnya yang lancip langsung menghujam vagina Elle, sehingga seluruh beban tubuhnya ditopang oleh selangkangannya. Di kakinya lalu diikatkan pemberat yang terbuat dari besi, sehingga tubuh Elle semakin tertarik ke bawah, mengakibatkan ujung lancip kuda2an itu menusuk vaginanya semakin dalam, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Sang asisten lalu menambahkan beberapa ikatan tali pada tubuh Elle supaya posisinya stabil. Kemudian ia mencambuki tubuh Elle beberapa kali lagi sebelum sang komandan menyuruhnya untuk berhenti. “Sudah, cukup, kita lanjutkan besok pagi. Semoga tidur nyenyak, Elle..”

Keesokan paginya sang komandan dan asistennya kembali memasuki ruang penyiksaan. Kepala Elle tertunduk lemas sambil terus meneteskan air mata akibat rasa sakit luar biasa pada selangkangannya. Balok kayu yang menekan vaginanya memberikan sensasi yang aneh – menyakitkan namun membuat Elle terangsang hebat, sehingga cairan kewanitaannya membasahi balok kayu itu. Darah juga mengalir dari vaginanya yang terluka.

“Selamat pagi, Elle,” sapa sang komandan, sambil menyodorkan segelas air kepada Elle. “Nih minum dulu, kamu pasti haus.” Elle mengendus isi gelas itu dan menyadari bahwa gelas itu berisi air kencing, mungkin milik sang komandan. Namun karena dipaksakan oleh sang komandan, Elle akhirnya menegak habis isi gelas itu, hingga isinya luber ke dagu dan lehernya yang jenjang. Sementara itu, sang asisten memindahkan kuda-kudaan kayu keluar dari ruangan itu, sehingga kini tubuh Elle kembali tergantung bebas.

Sang asisten lalu merentangkan kedua kaki Elle, sementara sang komandan mengambil sebuah tali tambang dan berdiri di depan Elle. Kemudian ia menyuruh asistennya untuk berdiri di belakang Elle sambil memegang ujung lain dari tali itu, sehingga kini tali itu merentang tepat di bawah selangkangan Elle.

“Kita bersihkan dulu memekmu ya Elle. Kamu sudah gede tapi pipisnya masih berantakan,” ujar sang komandan. Lalu mereka memajumundurkan tali itu sehingga permukaannya yang kasar menggesek-gesek vagina Elle yang masih bengkak akibat siksaan yang ia terima sebelumnya. Elle merasakan perih dan panas pada selangkangannya, sementara kedua penyiksanya itu menggesek2an tali itu makin cepat dan brutal. Bagian tengah tali itu kini berubah warna menjadi merah, bersimbah darah dari kemaluan Elle. Setelah beberapa saat, mereka menghentikan kegiatannya dan menyaksikan vagina Elle yang kini bentuknya tak karuan.

Sang asisten lalu menyiapkan sebuah generator listrik dan beberapa buah jepitan buaya yang terbuat dari logam, tersambung dengan kabel yang terhubung dengan generator tersebut. Kemudian ia memilin puting susu Elle hingga mengeras, lalu menjepitkan jepitan buaya itu pada puting susu Elle, baik yang kiri maupun yang kanan. Gigi2 tajam dari jepitan itu menusuk ke dalam puting susu Elle hingga kedua puting susunya memerah.
“Baik, Elle, kita kasih kamu kesempatan terakhir untuk menjawab pertanyaan semalam. Di mana ayahmu berada, Elle?” tanya sang komandan. Elle memilih untuk tetap bungkam dan kembali menggelengkan kepalanya. Sang komandan lalu memberi isyarat kepada asistennya untuk menyalakan generator listrik itu, sehingga arus listrik menyengat kedua puting susu Elle. Elle meringis kesakitan akibat sengatan listrik pada puting susunya itu.

“Sudah ingat, Elle?” tanya sang komandan. Elle tetap diam tanpa memberikan jawaban, hingga sang asisten menaikkan tegangan listrik pada generator itu. Ia memutar2 pengatur tegangan listrik itu sambil sang komandan terus menanyai Elle. Setelah beberapa saat, daerah di sekitar puting susu Elle bahkan menghitam akibat setruman listrik yang menyerangnya bertubi2. Jeritan kesakitan Elle dihiraukan oleh mereka.

Sang komandan lalu mengambil sebuah replika penis yang terbuat dari logam, panjangnya sekitar 20 cm dengan diameter 3 cm, di bagian pangkalnya terdapat kabel yang juga tersambung ke generator listrik. Ia lalu merentangkan kaki Elle, kemudian menghujamkan penis logam itu ke dalam vagina Elle. Ia menyodok2 vagina Elle dengan cepat dan kasar, serta memutar2nya di dalam vagina Elle, seperti mengaduk adonan. Elle merasakan dinding vaginanya perih bukan main saat tersengat listrik yang mengalir dari penis logam itu, terutama saat mengenai bagian-bagian yang terluka akibat siksaan2 sebelumnya. Sang komandan menyodok2an penis logam itu tanpa ampun, hingga tubuh Elle terguncang2, demikian juga dengan kedua payudaranya yang berguncang dengan hebat. Para pria itu menikmati penyiksaan itu hingga akhirnya Elle menjerit, “Cukuppp!! A-a-aku nyerahhh!!”

Tegangan listrik tersebut lalu diturunkan, walaupun penis logam itu dibiarkan menancap di dalam vagina Elle. Elle lalu membacakan alamat rumahnya di negeri Selatan, yang kemudian dicatat oleh sang komandan.

“Nah, coba kamu mau kerja sama dari kemarin, kamu gak perlu menderita kayak begini, Elle. Dasar gadis bodoh!” jawab sang komandan.
“Belum tentu juga sih Boss, misalnya dia jawab pun juga bakal tetep kita siksa sampai mati, kan?” sahut sang asisten.
“Iya benar juga ya,” jawab sang komandan, disambut oleh gelak tawa keduanya.

Mereka lalu melepaskan jepitan buaya dari puting susu Elle, lalu melepaskan ikatan rantai pada pergelangan tangannya. Tubuh Elle yang sudah sangat lemas itu langsung jatuh ke lantai beton. Mereka kemudian menyeret tubuh Elle yang sudah tidak mampu berjalan lagi, menuju sebuah ruangan di bawah tanah. Di ruangan itu terdapat gadis2 tawanan yang sudah babak belur akibat disiksa secara brutal, termasuk Ashley ada di ruangan itu. Vagina Ashley mengalami pendarahan yang hebat, bahkan ia tidak dapat mengontrol kapan ia harus buang air kecil. Elle terkejut saat melihat teman baiknya itu masih hidup, walaupun dalam keadaan sekarat. Para gadis di ruangan itu memang dibiarkan begitu saja sampai mereka meregang nyawa, tanpa diberi makan dan minum. Sang komandan dan asisennya lalu melemparkan tubuh Elle ke ruangan itu, mengunci pintunya, kemudian meninggalkan para gadis itu yang sedang sekarat itu. Elle kemudian merangkak menghampiri tubuh Ashley yang meringkuk di sudut ruangan, kemudian memeluknya dengan erat.

Beberapa hari kemudian sang komandan membuka pintu ruangan itu, lalu datang menghampiri Elle sambil membawakan sedikit makanan.
“Kamu pasti lapar sekali kan, Elle? Aku gak tega melihat gadis secantik kamu mati kelaparan. Tapi sambil makan, kita sambil nonton ya, Elle,” ujar sang komandan dengan lembut. Elle bangkit dari tempatnya, lalu mengambil makanan yang sudah disiapkan untuknya. Tidak lupa ia juga membaginya dengan Ashley, sahabatnya sependeritaannya selama beberapa hari itu. Belum sempat ia mengucapkan terima kasih, Elle terperanjat bukan main saat melihat video yang diputar sang komandan di laptopnya.

“Aaaaaahhhh sakitttt tolonggg stop pleassseee…” terdengar teriakan seorang gadis dalam video itu. Ternyata teriakan itu berasal dari Jessie (16 tahun), adik Elle yang sedang diperkosa secara brutal oleh para tentara negeri Utara. Di ruangan tempat Jessie diperkosa juga terdapat ayah dan ibunya, yang duduk terikat di sebuah kursi sambil menyaksikan anak gadisnya diperkosa secara sadis. Sang ayah berusaha untuk melepaskan diri dan menawarkan sejumlah uang supaya mereka meninggalkan anaknya, namun usaha itu sia2. Bahkan setelah video itu mencapai setengah dari durasinya, para tentara juga menelanjangi Angel, adik Elle yang masih berusia 14 tahun. Ternyata mereka bukan memperkosa Angel, namun menusuk2 vaginanya dengan sebatang kayu hingga mengeluarkan darah. Di akhir video itu, para tentara mengikat keempat keluarga Elle itu menjadi satu, lalu membakar rumah mereka. Elle pun menangis keras2 saat menonton video itu. Ia menyalahkan dirinya sendiri akibat memberikan informasi kepada sang komandan, sehingga kini keluarganya ikut merasakan penderitaan yang ia alami, bahkan lebih dahulu meregang nyawanya.

“Terima kasih banyak, Elle, kini musuh kami berkurang satu. Sekarang tugasmu sudah selesai, kamu tidak dibutuhin lagi di sini. Selamat jalan, Elle,” ucap sang komandan sambil mencium kening Elle dan mengelus tubuhnya yang dipenuhi luka yang mengering. Kemudian sang asisten masuk ke dalam ruangan itu, sambil membawa sebatang bambu runcing sepanjang 1,5 meter, dengan diameter sekitar 5 cm. Mereka lalu menelentangkan tubuh Elle di lantai, lalu merentangkan kedua pahanya sehingga vaginanya terlihat jelas. Sang asisten lalu menusukkan bambu runcing itu ke dalam vagina Elle. Ia menyodok2an bambu itu hingga menembus bagian dalam vagina Elle. Elle melolong kesakitan saat bambu runcing itu merobek2 bagian dalam vaginanya, mungkin hingga menembus rahim dan organ2 lainnya. Tidak tahan dengan rasa sakit itu, Elle kemudian tidak sadarkan diri. Mereka lalu mengikatkan kedua telapak kaki Elle ke bagian bawah bambu itu, lalu membawanya keluar dari ruangan. Ashley yang sedari tadi menyaksikan penyiksaan brutal itu menangis karena tidak tega melihat sahabatnya disiksa dengan cara sesadis itu, sambil membisikkan, “Selamat tinggal, Elle..”

Tubuh Elle yang tertancap bambu runcing itu lalu dibawa keluar dari kamp tawanan oleh beberapa tentara, lalu diarak mengelilingi kampung di sekitar sana. Para penduduk menatap tubuh molek Elle yang telanjang bulat, sambil bergidik membayangkan rasa sakit akibat bambu runcing yang mengoyakkan vaginanya. Elle yang setengah sadar dapat mendengar teriakan2 “Hidup negeri Utara! Hancurkan si anak jenderal brengsek itu! Siksa dia sampai mati!” Walaupun matanya terpejam, air mata mengalir dari mata Elle yang merasa amat terhina sekaligus kesakitan. Beberapa penduduk bahkan melempari tubuh Elle dengan batu dan benda2 lainnya, menambah parah luka2 di tubuh Elle. Setelah diarak mengelilingi kampung, bambu runcing tersebut kemudian ditancapkan di atas tanah kosong di pinggir jalan, lalu mereka membiarkan tubuh Elle tertancap di sana. “Patung” baru itu kemudian dijadikan bulan2an oleh warga sekitar, terutama para laki2 yang menggerayangi tubuh sempurna Elle dengan tangan mereka. Beberapa anak kecil bahkan mengencingi dan meludahi tubuh Elle. Elle hanya dapat diam pasrah menerima segala perlakuan itu, sambil berharap lebih cepat ia mengakhiri hidupnya.

**TAMAT**

Baca : Erna Siswi SMA Korban Penindasan Teman

Comment